Selasa, 31 Januari 2012

Sistim pemilu Ideal untuk Bangsa Indonesia kedepan


Penulis: JANEDJRI M. GAFFAR | Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi RI
 
Bagi negara demokrasi modern, pemilihan umum (pemilu) merupakan mekanisme utama yang harus ada dalam tahapan penyelenggaraan negara dan pembentukan pemerintahan.

Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata dari kedaulatan yang berada di tangan rakyat serta wujud paling konkret partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu,sistem dan penyelenggaraan pemilu selalu menjadi perhatian utama karena melalui penataan, sistem dan kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Di era reformasi,sistem dan penyelenggaraan pemilu telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan.
Saat ini para pembentuk UU tengah mempersiapkan UU yang akan menentukan sistem dan penyelenggaraan pemilu 2014 yang akan datang. Perbaikan sistem dan penyelenggaraan pemilu memang selalu diperlukan berkaca dari kelemahan dan kelebihan dari sistem dan penyelenggaraan pemilu yang lalu. Itu semua tentu dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pemilu dan meningkatkan kualitas demokrasi. Namun, tentu perbaikan itu harus dilakukan sesuai dengan prinsip dasar dan mengarah pada nilai konstitusional.
Pilihan Sistem
Lalu,sistem pemilu apakah yang sesuai bagi Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan ini tentu para pembentuk UU telah mempertimbangkan dua hal pokok, yaitu ketentuan dalam konstitusi dan kondisi bangsa Indonesia. Dari sisi konstitusional, dasar utama adalah pengakuan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Lebih dari itu, sebagai konsekuensi dari prinsip pemerintahan oleh rakyat,sistem pemilu yang dipilih tidak boleh menjadi pembatas atau penghalang keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemilu harus mampu membangun dan menjalin ikatan tak terputuskan antara rakyat dan para wakilnya.
Dari sisi kondisi bangsa Indonesia yang perlu diperhatikan adalah keanekaragaman, baik dari sisi aliran politik, etnis, maupun agama. Selain itu terdapat keragaman karakteristik wilayah, baik ditinjau dari sisi populasi maupun sumber daya alam. Hal ini tentu juga harus menjadi perhatian untuk menentukan sistem pemilu agar semua keragaman itu terwakili dan tidak menimbulkan kecemburuan yang mengancam integrasi nasional. Secara umum diketahui ada dua sistem pemilu yang berbeda secara diametral, yaitu sistem proporsional dan sistem distrik.
Pada masa Orde Baru, sistem yang dipilih adalah proporsional murni secara nasional. Hal itu bergeser pada masa reformasi yang memilih sistem perpaduan antara proporsional dan distrik,yaitu distrik berwakil banyak. Sistem yang diterapkan saat ini sudah sesuai dengan prinsip konstitusional dan kondisi bangsa Indonesia. Sistem ini mampu menghasilkan wakilwakil yang mencerminkan keanekaragaman bangsa Indonesia serta mampu menjalin ikatan yang jelas antara para wakil dengan pemilih.
Yang perlu disempurnakan adalah penentuan cakupan wilayah daerah pemilihan dan penentuan jumlah proporsi wakil dari setiap daerah pemilihan agar semakin meningkatkan keterwakilan keberagaman masyarakat dan menguatkan ikatan antara pemilih dan para wakilnya. Ikatan dan keberlanjutan hubungan antara pemilih dan wakil juga ditentukan oleh pilihan sistem cara memilih, apakah rakyat berhak untuk memilih calon yang dikehendaki ataukah hanya memilih partai politik saja.
Dilihat dari tujuan untuk melanggengkan hubungan antara pemilih dan wakilnya, tentu saja sistem yang memungkinkan para pemilih untuk memilih calon yang lebih sesuai, apalagi penentuan calon terpilih didasarkan pada suara terbanyak. Sistem ini akan mendorong para wakil rakyat untuk selalu menjalin komunikasi dan memperhatikan suara konstituennya.Apalagi jika sistem ini dilengkapi dengan mek a n i s m e recall yang memberikan hak kepada konstituen untuk mengajukan recall, akan semakin menguatkan hubungan tersebut.
Tentu saja sistem ini memiliki kelemahan, yaitu mengurangi kendali partai atas anggotanya yang menjadi wakil rakyat dan dalam penyelenggaraan pemilu dapat memicu konflik antar calon sesama partai.
Penyempurnaan Sistem
Penyempurnaan sistem pemilu tentu terkait dengan sistem kepartaian serta sistem penyelenggaraan pemilu. Sudah disadari bahwa UUD 1945 dan realitas politik menghendaki adanya sistem multipartai sederhana. Hal itu diperlukan terutama demi stabilitas penyelenggaraan negara dan kelancaran pengambilan keputusan serta untuk mencegah kebuntuan akibat politik transaksional. Terkait dengan pemilu, penyederhanaan dilakukan melalui pemberlakuan parliamentary treshold (PT) atau electoral threshold (ET), atau keduanya.
Sebagai sistem yang didesain sebagai saringan,sistem ini memang memiliki kelemahan, yaitu kemungkinan hilangnya suara atau aspirasi pemilih yang memberikan suaranya kepada partai yang tidak lolos PT atau ET.Namun hal itu adalah konsekuensi dari pilihan sistem dan hanya akan terjadi pada saat awal pemberlakuan PT dan ET, apalagi jika PT dan ET dibarengi dengan pengetatan syarat pembentukan partai baru secara proporsional dengan PT dan ET itu sendiri. Konsolidasi dan penyempurnaan lain yang diperlukan dalam pemilu mendatang adalah masalah pelanggaran pemilu. Hal ini amat menentukan terwujud tidaknya asas luber dan jurdil dalam pemilu.
Selama ini yang dianggap sebagai pelanggaran pemilu masih cenderung bersifat formal sehingga tidak dapat menjangkau tindakantindakan yang melanggar etika dan fatsun politik. Selain itu mekanisme dan kelembagaan yang menangani pelanggaran pemilu juga belum mencukupi sehingga hanya sedikit pelanggaran yang dapat ditindak baik karena alasan pembuktian maupun rentang waktu yang diberikan. Penanganan pelanggaran ini menjadi sangat penting sebagai bagian dari konsolidasi sistem pemilu jika melihat perkara- perkara perselisihan hasil pemilu yang berujung di MK.
Terlihat bahwa banyak pelanggaran pemilu—sebelum masuk ke MK—yang tidak diproses secara hukum dan tidak mendapatkan sanksi sehingga dianggap sebagai kewajaran dan pada akhirnya memengaruhi hasil pemilu. Hasil yang lahir dari proses yang penuh pelanggaran tentu telah mencederai kedaulatan rakyat dan asas pemilu yang jujur dan adil.

Rabu, 25 Januari 2012

Pembahasan RUU Pemilu Mulur Sampai Maret 2012

DPR dan pemerintah sepakat untuk memperpanjang masa pembahasan sampai Maret


Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati pembahasan Rancangan Undang-undang Pemilu diperpanjang sampai Maret 2012. Diharapkan, pada Maret itu, RUU sudah bisa disahkan sehingga April sudah berjalan aturan Pemilu yang baru.
Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Arif Wibowo mengatakan, dengan pengesahan pada Maret itu, masih ada waktu selambat-lambatnya 30 hari untuk diundang-undangkan. "Bersamaan dengan April itu, KPU yang baru terbentuk," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. "Jadi nanti sisa waktu dua tahun sebelum Pemilu bisa dipersiapkan dengan baik," katanya usai rapat dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Senayan, Jakarta, Rabu 23 November 2011.
Arif mengatakan, pembahasan ini memang mulur dari target yang dibuat sebelumnya yakni 2,5 tahun sebelum Pemilu sudah ada UU baru. "Namun dua tahun (tersisa) dianggap masih layak untuk siapkan Pemilu yang demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil," katanya.
RUU ini sendiri setidaknya terbentur pada dua poin krusial yakni soal parliamentary threshold (ambang parlemen) dan besaran kursi per satu daerah pemilihan. Partai-partai besar seperti Golkar dan PDIP menginginkan ambang parlemen meningkat jadi 5 persen, sementara partai-partai yang punya suara di bawah 10 persen hanya di kisaran 3 persen.

Suharso: Sistem Pemilu Perlu Disederhanakan

Sistem Pemilu kalau bisa lebih sederhana, itu akan lebih mengurangi kecurangan


Wakil Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa, menyatakan revisi Undang-undang Pemilu mesti menghasilkan sistem pemilu yang lebih sederhana dan mudah. Dengan begitu, kata mantan Menteri Perumahan itu, tingkat partisipasi rakyat bisa tinggi.
"Bagi kita yang penting bagaimana sistem Pemilu kalau bisa lebih sederhana, itu akan lebih mengurangi peluang terjadinya kecurangan," ujar Suharso usai acara diskusi di Ruang Rapat Fraksi PPP, DPR RI, Jakarta, Jumat 25 November 2011.
Selain itu, lanjut Suharso, UU Pemilu tersebut juga harus dapat menjamin tingkat keterwakilan anggota parlemen yang lebih baik. "Unsur keterwakilan itu harus dipertahankan. Jangan sampai kemudian Pemilu ini tidak melahirkan tingkat ketidakterwakilan yang tinggi. Saya tidak bicara parliamentary threshold harus berapa, kami melihat sistem mana yang menjamin keterwakilannya itu lebih tinggi, sebab kami ingin suara rakyat tidak dibuang begitu saja," kata Suharso.
Suharso menambahkan, ada kecenderungan tingkat partisipasi masyarakat untuk memberikan suara dalam pemilu juga akan terus menurun. Perlu dicermati apa yang menjadi penyebabnya sehingga bisa disiapkan langkah antisipasi agar tingkat partisipasi tersebut dapat dipertahankan, bahkan kalau bisa ditingkatkan.
Sistem pemilu yang terlalu rumit, menurut Suharso, akan cenderung membuat masyarakat semakin tak percaya aspirasi politiknya akan tersalurkan. "Saya khawatirkan nanti karena pandangan-pandangan yang membuat bias pada penduduk, para pemilih, kemudian mereka menjadi apatis. Itu terjadi di negara-negara besar yang menganut demokrasi," kata Suharso.
Suharso mengharapkan situasi masyarakat yang tidak percaya lagi terhadap politik dan demokrasi tersebut jangan sampai terjadi di Indonesia. Oleh karena itu sistem pemilu yang mudah dan sederhana menjadi penting agar masyarakat dapat antusias terlibat dan mengawasi aspirasi yang disampaikannya.
"Kesadaran itu datang dari rakyat. Sehingga bagaimana sistem tersebut bisa dikontrol secara sederhana oleh pemilih, itu yang penting," kata Suharso. "Jangan sampai dibikin sulit dan rumit untuk dikontrol. Kan banyak suara yang bertambah terus tiba-tiba hilang di tengah jalan."

Selasa, 17 Januari 2012

PIDATO AWAL TAHUN 2012 KEPALA BPPT: PENUHI KEBUTUHAN TEKNOLOGI UNTUK RAKYAT

“Selama tahun 2011, BPPT telah melaksanakan berbagai program/kegiatan nyata sebagai upaya mencari solusi untuk menjawab permasalahan teknologi nasional. Selanjutnya menginjak tahun 2012, kedepannya BPPT akan terus berupaya meningkatkan perannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman”. Hal demikian disampaikan Sekretaris Utama, Jumain Appe dalam laporannya pada acara Pidato Awal Tahun Kepala BPPT dengan tema "Penuhi Kebutuhan Teknologi Untuk Rakyat" (2/1).
Pidato awal tahun ini merupakan rangkaian awal BPPT untuk memulai seluruh kegiatan pemerintahan atau pelayanan publik melalui kerekayasaan teknologi BPPT di tahun 2012 mendatang. BPPT ingin menjadi Pusat Unggulan Teknologi yang mengutamakan kemitraan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi secara maksimum. Hal tersebut dilakukan dengan memacu perekayasaan teknologi untuk meningkatkan daya saing produk industri, meningkatkan pelayanan publik instansi pemerintah serta untuk kemandirian bangsa. Dengan adanya kegiatan ini,  diharapkan dapat memperkaya wawasan teknologi dan kecintaan pada IPTEK yang mempunyai peranan penting dalam kemajuan dan kemandirian Bangsa Indonesia. “Selain itu diharapkan melalui acara ini dapat memotivasi para pegawai BPPT dalam melaksanakan kegiatan kerekayasaan lebih baik lagi di masa mendatang,” kata Jumain.
Sesaat setelah itu, dalam pidatonya Kepala BPPT Marzan A Iskandar menyampaikan bahwa tema pada pidato awal tahun ini dapat dijadikan tekad dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. “BPPT sebagai organisasi modern dengan mengandalkan jaringan kerja dan melakukan intermediasi kepada  wilayah atau daerah serta industri tertentu baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi kebutuhan teknologi masyarakat,” katanya.
Dalam pidatonya, Kepala BPPT juga berkesempatan untuk memaparkan beberapa capaian-capaian keberhasilan yang telah ditorekan BPPT selama tahun 2011 lalu. “Diantaranya, BPPT telah berhasil membuat grand desaign e-voting dan pendampingan teknis uji coba aplikasi e-KTP yang diharapkan dapat diterapkan di Indonesia. Pada bidang energi kita telah melakukan audit energi dengan tujuan melakukan penghematan energi dan diharapkan BPPT menjadi pioneer dalam penghematan energi. Sementara itu,  bidang pangan BPPT telah berhasil mengembangkan mie berbahan baku tepung lokal, dan benih unggul ikan nila salin beserta pakan protein rekombinan dan vaksin DNA Sterptococcus”.
Selama perjalannya di tahun 2011, sambung Marzan terdapat sebanyak 454 pemberitaan mengenai BPPT dengan beberapa  isu aktual seperti evoting, e-KTP, PLTP (Geothermal), Teknologi Modifikasi Cuaca, Audit Jembatan Kukar, Sistem Inovasi Daerah, Diversivikasi Pangan, PUNA  dan Teknologi Material maju.
Berkaitan dengan kepindahan kegiatan kerekayasaan BPPT ke Puspiptek Serpong, disampaikan oleh Kepala BPPT bahwa pada tahun 2012 ini sudah ada beberapa gedung yang sudah siap digunakan yaitu Laboratorium IPTEknet (Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), Laboratorium ELKONFOS dan Gedung Bersama (Gedung Teknologi 3). “Di tahun ini juga ada beberapa unit yang akan dipindahkan ke Puspitek Serpong yaitu Ipteknet dan Pusat Data Informasi dan Standarisasi (PDIS) di bulan Februari dan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK) pada bulan Maret mendatang,” terangnya.
Di akhir pidatonya, Kepala BPPT menjelaskan beberapa kebijakan yang akan diterapakan di tahun 2012. “Kebijakan BPPT di tahun 2012 seperti melimpahkan lebih banyak kewenangan ke pejabat di bawah, melakukan rotasi dan mutasi pejabat eselon II ke bawah, memperketat pengawasan realisasi anggaran, mempertegas keberpihakan pada setiap upaya untuk meningkatkan nilai tambah dan TKDN produk, memperkuat kemitraan terutama dengan industri, khususnya BUMN, dan instansi pemerintah pusat,” tutupnya

Mendagri: Masyarakat Belum Siap Lakukan E-voting

Menurut dia, penerapan e-voting masih membutuhkan standarisasi infrastruktur, sarana teknologi, anggaran, SDM, dan lain-lain serta memasukkannya dalam revisi UU Penyelenggara Pemilu.

"Penerapan e-voting juga membutuhkan kesiapan dalam penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan KTP elektronik (e-KTP)," katanya.

 Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat ini sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jimly Asshiddiqie mengatakan, secara legalitas e-voting sah dan bisa diterapkan di Indonesia.

Sedangkan mengenai akibat hukum dan antisipasi sengketa pidana yang mungkin, masih dibutuhkan UU lagi, dan perlu ada peraturan yang lebih rinci mengenai standar, operasi, dan prosedur (SOP)-nya, katanya.

"Tidak usah gamang, kalau kemampuan kita ada, mengapa tidak. Asalkan harus dicatat, jangan ada penyeragaman karena tidak semua daerah siap, termasuk UU jangan membuat penyeragaman," katanya.

Menurut dia, penerapan e-voting harus bertahap, misalnya diterapkan di kota lebih dulu pada pemilihan umum pemerintah daerah walikota, lalu meningkat menerapkannya di tingkat kabupaten yang masih bersifat desa, berikutnya provinsi.

"Kemudian diterapkan pada pemilihan presiden di tingkat nasional. Pada 2024 barulah diterapkan secara menyeluruh untuk pemilihan umum legislatif," katanya.

Sedangkan anggota Badan Pengawas Pemilu Bambang Eka Cahya mengatakan, problem besar dalam pemilu adalah pada e-counting (penghitungan suara), bukan pada e-voting (pemungutan suara
)

Mendagri: Selama 2011, Ada 61 Kasus Pemilu Kada

Jumat, 17 Juni 2011 09:39:40
PADANG--MICOM: Mendagri Gamawan Fauzi menegaskan, ada sebanyak 61 kasus perkara perselihan hasil pemilihan umum kepala daerah (PHPUD) yang terjadi di Indonesia.

"Berdasarkan data Mahkamah Konsitusi hasil Pemilu Kada, per 25 Mei 2011 terdapat 61 PHPUD di Indonesia, turun dari tahun 2010 yang mencapai 230 PHPUD," kata Mendagri ketika berada di Padang, Kamis (16/6).


Menurutnya, Pemilu Kada telah menjadi ajang gugatan dang mengurus energi bangsa baik secara moral maupun materil.


"Pemilu Kada langsung lebih merupakan aksesoris demokrasi yang bersifat prosedural, berbiaya mahal, bahkan ada dugaan money politik untuk membeli dukungan suara,'katanya.


Dia menambahkan, kementerian Dalam Negeri akan mengajukan usulan Gubernur dipilih secara langsung oleh DPRD pada revisi Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemilihan kepala daerah yang akan dibahas di DPR bulan ini.


"Pertimbangan yang menjadi dasar diajukannya usulan Gubernur dipilih oleh DPRD agar penyelenggaran pemilu kada menjadi lebih efisien serta meminimalisir potensi konflik horizontal akibat pemilu kada," katanya.


Dia mengatakan, pemilihan Bupati/Walikota secara serentak yang masa jabatannya berakhir pada Oktober 2011 hingga Desember 2011 diselenggarakan serentak pada tahun 2012.


"Sedangkan pemilihan Bupati/Walikota masa jabatannya Januari hingga Desember 2014 diselenggarakan serentak pada bulan Desember 2013," katanya.


Menurutnya, dalam konsistusi dinyatakan secara jelas pemilihan kepala daerah hanya dilakukan terhadap Gubernur, Bupati dan Walikota.


"Pemilihan kepala daerah yang berpasangan dengan wakil kepala daerah yang sering menimbulkan hubungan yang tidak harmonis setelah beberapa bulan mereka terpilih," katanya.


Berdasarkan data statistik Kementerian Dalam Negeri, menurut dia, terdapat 22 pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah petahana yang mencalonkan kembali pada periode jabatan kedua.


"Sudah terlihat sebagian besar tidak terciptanya hubungan harmonis antara kepala daerah dengan wakil kepala daerah," katanya

Instabilitas Ancam Aceh

Kompas, 16 Januari 2012
Jakarta, Kompas – Instabilitas politik dan sosial, bahkan dapat berujung pada kemandekan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, kini mengancam Provinsi Aceh. Instabilitas itu terjadi setelah lebih dari lima tahun Aceh diselimutri kedamaian, bersumber pada konsflik politik terkait pemilihan umum kepala daerah yang berlarut-larut dan sisa-sisa konflik masa lalu.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengakui, kekerasan yang berkembang di Aceh belakangan ini bersumber pada persolan pemilu kepala daerah (pilkada) (Kompas, 11/1). Gara-gara pilkada, elite di Aceh juga saling mengancam.

Wakil Ketua Fraksi Partai Aceh di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Abdullah Saleh mengingatkan, Partai Aceh adalah kekuatan politik yang rill di Aceh, Mereka mayoritas. Kalau Partai Aceh tidak di akomodasi dalam pilkada, dengan diberikan kesempatan untuk mendaftarkan calonnya, sama artinya membuka peluang munculnya konflik baru di Aceh. Partai Aceh adalah temoar bernaung bekas anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Tentara Nasional Aceh. “Jangan sampai mereka kembali turun gunung sebab tak diakomodasi,” ujar Abdullah.

Sebaiknya, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, yang mencalonkan diri kembali melalui jalur perseorangan, menegaskan, penundaan pelaksanaan pilkada, seperti diusulkan Partai Aceh, tidak menjamin kondisi Aceh lebih aman. “Pasangan calon kepala daerah tidak akan diam saja kalau pilkada ditunda,” ujarnya (Kompas, 12/1).

Senjata selundupan

Instabilitas di Aceh sebenarnya mulai muncul, misalnya, berbentuk penembakan terhadap pekerja asal Jawa dan perobohan menara teganagan tinggi. Di Banda Aceh, Kepala Kepolisian Daerah Aceh Inspektur Jenderal Iskandar Hasan mengatakan, kekerasan bersenjata bakal terus berlangsung selama senjata api masih beredar di Aceh, terutama sisa konflik. Kondisi itu diperburuk dengan banyaknya pihak yang memanfaatkan situasi politik Aceh yang sedang memanas dengan melakukan provokasi melalui aksi kekerasan. “Bersama TNI, kami terus berupaya menarik senjata api itu. Razia terus dilakukan, tentu dengan cara yang tidak melukai hati masyarakat,”katanya.

Namun, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Sagoe Meuruhom Daya, Ridawan, Sabtu (14/1), menegaskan, senjata sisa konflik yang pernah dimiliki anggota GAM hampir semuanya diserahkan setelah perjanjian damai di Helsinki tahun 2005. Jika masih ada yang beredar, itu adalah senjata markas TNI dan polisi yang terbawa tsunami. Selain itu, ada senjata selundupan dari luar negeri.

M Jusuf Kalla, Wakil Presiden periode 2204-2009, yang memprakarsai perjanjian damai antara pemimpin GAM dan pemerintah pusat, mengingatkan, perdamaian di Aceh lebih tinggi derajatnya daripada aturan. Karena itu, ia berharap semua elite politik di Aceh bersabar untuk memberi kesempatan kepada mereka yang berhak jadi peserta pemilu demi kemasalahatan bersama.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Saifuddin Bantasyam. Minggu di Banda Aceh, menilai kelambanan pemerintahan pusat berperan atas kian kompleksnya kemelut pilkada di Aceh, yang berujung pada munculnya kekerasan. Sebagai bekas daerah konflik, Aceh memerlukan penanganan khusus yang cepat dan akurat. Di pihak lain, elit politik di Aceh gagal menyelesaikan persoalan kemacetan komunikasi politik.

“itu semua harus dibayar mahal dengan keadaan saat ini. Pemerintah pusat terlalu terpaku pada proses yang normatif. Padahal, Pilkada Aceh memiliki dimensi politis dan hukum sekaligus,” katanya.

Pemerintah pusat dinilai tidak sejak awal memberikan perhatian khusus pada Pilkada Aceh. Akibatnya, persoalan membesar dan tidak terkendali. Tidak hanya instabilitas, kemandekan pun kini mengancam Aceh.

Pengajar di FISIP Universitas Malikussaleh, Lhoksemawe, Teuku Kemal Fasya, mengatakan, masalah terbesar dari kemelut di Aceh adalah ketidaktegasan pemerintah pusat. Ketidaktegasan ini dimanfaatkan kelompok yang berbuat teror. Pembiaran terhadap aksi kekerasan membuat pembonceng kian leluasa.

Senin, 09 Januari 2012

Senantiasa berbenah diri menjadi bangsa yang sukses


Bangsa yang sukses adalah bangsa yang belajar setiap waktu senantiasa berbenah diri dalam melakukan perubahan-perubahan kearah yang lebih sempurna. Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah ada dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada masih ditemui berbagai macam permasalahan tetapi ini semua wajar karena Indonesia baru pada tahap belajar berdemokrasi yang langsung dilaksanakan oleh masyarakat. Juga merupakan pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Sebagai motifasi dalam pembelajaran demokrasi-politik yang baik adalah tidak melakukan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya. 

Belajar berdemokrasi
Pembelajaran berdemokrasi bukan hanya dimaksudkan untuk masyarakat akan tetapi segenap elemen pemerintahan, lembaga-lembaga yang terkait didalamnya seperti KPU, Partai Politik, Kepolisian dan kelompok-kelompok LSM serta Non Governance Organization (NGO)
Kesadaran berdemokrasi sangatlah penting untuk dipahami masyarakat, bukan hanya dipahami sekedar memberikan aspirasi kepada pemerintah yang berwewenang, akan tetapi pada pemilihan kepala daerah merupakan demokrasi yang tak kalah pentingnya sehingga masyarakat dituntut untuk mengimplementasikan kedaulatanya, karena akan menentukan proses perjalanan pemerinatahan selama 5 tahun ke depan.
Asumsinya bahwa dengan demokrasi langsung dari masyarakat maka baik buruknya suatu daerah sangat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri, dengan memilih pemimpin yang berdasaran pilihan murni hati nurani rakyat.
Bahwa, dalam demokrasi langsung selain sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah juga sebagai proses kaderisasi kepemimpinan. Dengan asumsi bahwa Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Disinilah pentingya masyarakat dalam berpartisipasi, berdemokrasi, siap untuk bebeda pendapat, dan saling toleransi.
Landasan normative
Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat. Sebagaimana dalam perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Masalah pilkada
Dalam pelaksanaan pilkada takjarang kita dengar adanya penggunaan ijazah palsu, ini sangat memprihatinkan sebab dari proses awal masih saja terdapat bakal calon yang tidak fair dan mejadi calon pemimpin yang bermental korup.
Konsekuensi sebuah petarungan politik pilkada adalah pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan melakukan cara guna mengkritisi lembaga penyelenggara pilkada, bahkan tidak jarang melakukna mengerahkan massa sebagai luapan kekecewaan terhadap proses penyelenggaran. dan ataukah merupakan kekecewaan atas kekalahan dalam sebuah pertarungan. Hal ini membuktikan rendahnya kesadaran poltik masyarakat.
Sebagai langkah antisipasi maka lembaga penyelenggara (KPU) biasanya melakukan ikrar siap menang dan siap kalah. demikian juga kelompok seperti mahasiswa dan LSM/NGO dengan melakukna kampanye “damai”. namun demikian tetap saja ada masalah yang muncul, diselah-selah perubahan konstalasi politik, Masalah-masalah pilkada dimaksudkan sebagai berikut;
Intimidasi
Di tengah tengah idealisme masyarakat untuk memilih kepala daerah berdasarkan hati nurani, namun juga masih ada pihak yang melakukan pemaksaan (intimidasi). Sebagai masyarakat yang lemah akan goyah dilemma untuk tidak menerima, sebab akan menjadi ketakutan akan keamanan secara individu dan keluarganya.
Disinilah pentingnya panwaslu dan pihak kepolisian untuk menjamin keamanan pemilih. Maka disetiap daerah kabupaten, kecamatan, desa, bahkan sampai RT/RW selama dalam proses pilkada ditempatkan pihak keamanan untuk memberikan jaminan keselamatan pemilih. Selain dari itu juga pentingnya masyarakat bekerja sama dengan pihak keamanan dan proaktif memberikan laporan ketika terjadi intimidasi.
Menggunakan kekerasan intimidasi terhadap masyarakat lemah sangat beresiko fatal sebab selain mencederai proses demokratisasi juga pontesial untuk terjadinya konflik horizontal. Hal ini sangat melanggar cita asas penyelenggaraan pilkada yang jurdil dan luber.
Start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Ditengah-tengah masyarakat yang justru merusak pemandangan kota. Sering juga untuk bakal calon incumbent melakukan tour ke beberapa daerah dengan kedok kunjungan kepala daerah. Juga melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat dengan alasan silaturahmi. Hal tersebut terlihat intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu.
Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyampaikan visi misinya dalam acara tersebut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.
Money politik
Money politik adalah istilah buruk dalam pilkada, namun demikian terkadang juga dilakukan oleh para kontestan, sebab money politik sebagi cara pintas untuk meraut suara lebih banyak. Dan menjadi kebutuhan pangsa pasar (konstituen) yang secara ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah. Sehingga dimanfaatkan untuk menghalalkan segala cara.
Money politik bukan hanya dimaksudkan praktek uang sebelum proses pemilihan, tetapi juga dimaksudkan dengan pembagian sembako dengan deal harus memilih calon tertentu.
Dengan rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka :
pertama dengan mudah diperalat dan diatur hanya karena kepentingan sesaat.
Kedua masyarakat tidak kritis dan tidak siap mental untuk berkata tidak….! demi sebuah demokrasi.
Kampanye negative
Kampanye negative dimaksudkan melakukan penebaran fitnah Black campigne terhadap rival. Sesungguhnya sikap tersebut bukan hanya beresiko pada integritas pada calon akan tetapi juga akan mengancam dan merusak integritas daerah tersebut. Sebab lambat laun akan terpublikasi oleh media sampai pada daerah tetangga yang menyaksikan proses pilkada yang dianggap tidak beretika.
Kampanye negatif sangat berpengaruh pada munculnya bibit-bibit perpecahan ditengah-tengah masyarakat. Sebab siapapun sebagai tim sukses atau simpatisan tentunya tidak senang dengan adanya issue negatif yang diarahkan pada kandidatnya. Disinilah pentingnya sikap toleransi dan perbedaan dalam berdemokrasi.
Dalam berdemokrasi tentunya selalu ada masalah demikian pada proses pilkada yang memang melibatkan orang banyak. Namun demikian menjadi harapan masalah tersebut dapat dieliminir, karena bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan peyelenggara pilkada. Tetapi yang lebih penting adalah peran serta masyarakat untuk membangun daerah yang lebih baik, dengan menjaga ketertiban dan kelancaran dalam proses pilkada. Inilah subtansi awal belajar berdemokrasi.(Admin)