Selasa, 07 Februari 2012

Mencegah Kecurangan Pemilukada

Friday, 27 January 2012 10:29 Yudi Rachman
 
Pemilihan kepala daerah secara langsung ternoda dengan banyaknya kasus kecurangan.  Mahkaman Konstitusi bahkan menemukan kecurangan-kecurangan yang bersifat sistematik dari peserta hingga penyelenggara pemilukada. Lantas apa langkah pemerintah, DPR dan KPU untuk menekan kecurangan dalam penyelenggaran pemilukada?
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga hukum konstitusi yang sering menjadi rujukan hukum sengketa pemilukada menuding ada  kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Kecurangan itu dilakukan mulai dari peserta pemilu kepala daerah sampai ke pejabat penyelenggara pilkada. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, dari beberapa kasus kecurangan pemilukada yang dibawa ke MK, ditemukan ada sejumlah anggota panwaslu dan KPU yang terlibat dalam tindak kecurangan.
“Cara kecurangan tidak lagi melibatkan orang yang bertanding, tetapi juga lalu melibatkan aparat. Bahkan dibeberapa kasus melibakan Panwaslu sehingga ada yang dikena kode etik, sehingga saya kira di KPU juga kena tindakan kode etik kan. Karena memang KPU nya main dibeberapa tempat, tapi supaya diingat, dari empat ratus empat puluh itu ada empat puluh lima, nah yang main diantara empat puluh lima ini, tidak semuanya”
Kata Ketua MK Mahfud MD penguatan peran dan kinerja KPU perlu ditingkatkan sehingga kecurangan-kecurangan bisa ditekan. Selain itu, kepolisian  yang diberikan wewenang untuk menangani  kejahatan pemilu harus lebih cepat bergerak dalam menangani kejahatan pemilukada.
Sementara itu, Ketua  Pansus RUU Pemilu DPR Arif Wibowo  mengatakan, perlunya Undang-Undang soal hukuman pelanggaran pemilu. Kata dia, kesulitan menjatuhkan hukuman kepada pelaku yang melanggar aturan pemilukada oleh kepolisian karena kurangnya peraturan dan perundangan yang mengatur akibat masalah tersebut
“Berbicara mengenai penegakan hukum pilkada  tentu tidak saja berbicara mengenai tidak mudahnya menegakkan huku,  kurangnya hukum dan norma yang lengkap yang mendasari penegakan hukum pilkada. Tetapi kita juga penting menelusuri sejarah dari Undang-Undang yang melatarbelakangi penegakan hukum dalam pilkada yang selama ini diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah berikut dengan dua kali perubahannya memang masih memicu perdebatan”
Komisi Pemilihan Umum yang menjadi penyelenggara pemilu mengakui,  aturan dan perundangan yang mengatur soal pemilukada masih bertabrakan dan tidak sinkron. Akibatnya,  banyak celah yang dimanfaatkan untuk melakukan kecurangan. Ketua Komisi Pemilihan Umum A. Hafiz Anshary mengatakan, KPU pusat sudah memberikan hukuman kepada anggota KPU di daerah yang terbukti melakukan ikut melakukan kecurangan.
“Ada beberapa peristiwa yang kita alami dilapangan tetapi tidak ada pengaturannya di Undang-Undang, jadi Undang-Undang itu belum mengatur secara detil terutama misalnya kalau ada perintah dari MK untuk melakukan pemungutan suara ulang, atau misalnya karena putusan MK menunda pemungutan suara konsekuensi dari penundaan itu banyak sekali bukan hanya logistik, anggaran, tapi juga soal dengan pemilih karena aturan pemilih yang berhak itu harus berusia 17 tahun, sebulan saja ditunda yang 17 tahun banyak tambahannya”
Sementara itu, pengamat Politik dari Universitas Indonesia Adrinof Chaniago mengatakan, perlu adanya seleksi yang lebih ketat terhadap penyelenggara untuk menekan kecurangan dalam proses pemilukada. Dia juga meminta agar pengawasan kinerja dilakukan lebih ketat baik dari dalam struktur lembaga maupun dari luar lembaga.
“Itu yang harus diperketat, mungkin betul-betul diperiksa, mungkin kriteria harus diubah atau disempurnakan supaya mendapatkan orang-orang yang betul-betul steril dalam jangka waktu yang lama dari aktifitas politik dan kepartaian atau ormas tertentu. Disinilah diperlukan pengawasan dari civil society, kalangan independen yang aktif dan memantau. Kadang-kadang kita tidak bisa memprotes keberadaan mereka karena mereka yang diterima itu secara prosedur formal mereka melewati semua, secara hukum mereka tidak ada yang salah. Kalau tidak dipantau aktifitasnya ya disitulah terjadi praktek-praktek penyalahgunaan kedudukan dan jabatan itu”
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Adrinof Chaniago menambahkan, Undang-Undang yang ada sekarang tidak mampu menjangkau pengawasan perbaikan kinerja KPU di daerah. Selain itu, hukuman yang ringan semakin menyuburkan praktik kecurangan dalam pemilukada